PETROGRAFI BATUAN BEKU


V.1. Klasifikasi Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma. Karena hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi, sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya. Didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku dikelompokkan menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif (lava). Pembekuan batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock (korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar V.1).


Gambar V.1 Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock, sill dan dike
Karena pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun atas mineral-mineral yang tingkat
kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan dengan batuan beku ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik), seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.

Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma tergantung dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari limpahan unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang mencapai hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) maka disebut sebagai oksida, SiO2adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 di dalamnya (Tabel V.1).
Tabel V.1. Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003)



Tipe Magma
Batuan Vulkanik
Batuan Plutonik
Komposisi Kimia
Suhu
Kekentalan
Kandungan Gas
Basaltic Basalt Gabbro
SiO2 45-55 %: Fe, Mg, Ca tinggi,
K dan Na rendah
1000 - 1200 oC Rendah Rendah
Andesitic Andesit Diorit SiO2 55-65 %, Fe, Mg, Ca, Na, K sedang 800 - 1000 oC Intermediat Intermediat
Rhyolitic Rhyolit Granit
SiO2 65-75 %, Fe, Mg, Ca rendah,
K dan Na tinggi
650 - 800 oC Tinggi Tinggi

Menurut keterdapatannya, berdasarkan tatanan tektonik dan posisi pembekuannya (Tabel V.2), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan intrusi plutonik (dalam) berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi dangkal yaitu dasit, andesit, basaltik andesitik, riolit, dan batuan gunung api (ekstrusi yaitu riolit, lava andesit, lava basal.

Tabel V.2. Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya.




Keterdapatannya
Asam
Intermediet
Basa
Plutonik (intrusi)
Granit, Syenit
Diorit
Gabro
intrusi dangkal
Dasit - Riodasit
Andesit
Basaltik- andesitik
Vulkanik:
Dengan Tatanan tektonik
Busur magmatik
Riolitik
Andesitik
Basaltik
Belakang busur
Trakitik
Trakitik
Basalt trakitik
Mid oceanic ridges
-
-
Lava basalt



Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan menjadi tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara umum, limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen. Hanya mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu kristalisasi yang relatif sama yang dapat hadir bersama-sama (sebagai mineral asosiasi; Tabel V.3)

Tabel V.3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral penyusun dalam batuan beku



V.2. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya

    1. Kelompok batuan beku intrusi plutonik

1) Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit

Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah pada wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona pemekaran lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik (intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.

Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa dan ultra basa (Gambar V.2). Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas lebih dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin ultra basa (Gambar V.2 bawah). batuan beku basa terdiri atas anorthosit, gabro, olivin gabro, troktolit (Gambar V.2. atas). Batuan ultra basa terdiri atas dunit, peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar V.2 bawah).



Gambar V.2 Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik; sumber IUGS classification)


2) Batuan beku asam - intermediet

Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan tektonik kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika. Kelompok batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid) dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit, monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar V.3). Jika dalam batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung mineral foid, begitu pula sebaliknya.



Gambar V.3 Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS classification)


(b) Kelompok batuan beku luar
Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang tersingkap di Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di sepanjang busur vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat dikelompokkan sebagai batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis dicirikan oleh tekstur halus (afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api. Didasarkan atas kandungan mineralnya, kelompok batuan ini dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit (Gambar V.4).


Gambar V.4 Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)

Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-sama. Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.

Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersama-sama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.

V.3. Struktur Batuan Beku
  • Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct: granit, diorit, gabro dan inti andesit
  • Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
  • Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur; dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermediet-asam.
  • Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit





Gambar V.5 Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm



V.4. Tekstur Batuan Beku

Tektur batuan menggambarkan bentuk, ukuran dan susunan mineral di dalam batuan. Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku ekstrusi atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku dalam cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral (Tabel V.4.)

Tabel V.3. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan ekstrusi dan pada batuan vulkanik
Jenis batuan

Tekstur
Intrusi dalam (plutonik)
Intrusi dangkal dan Ekstrusi
Batuan Vulkanik
Fabrik
Equigranular
Inequigranular
Inequigranular
Bentuk kristal
Euhedral-anhedral
Subhedral-anhedral
Subhedral-anhedral
Ukuran kristal
Kasar (> 4 mm)
Halus-sedang
Halus-kasar
Tekstur khusus
-

Porfiritik-poikilitik
Ofitik-subofitik
Pilotaksitik
Porfiritik: intermediet-basa
Vitroverik-Porfiritik: Asam-intermediet
Derajad Kristalisasi
Holokristalin
Hipokristalin
Holokristalin
Hipokristalin
Holokristalin
Tekstur khusus
-
Perthit-perlitik
Zoning pada plagioklas, tumbuh bersama antara mineral mafik dan plagioklas dan intersertal


a) Tekstur trakitik
  • Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya orientasi mineral arah orientasi adalah arah aliran
  • Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
  • Gambar V.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G. Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang



    Gambar V.7 Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.

b) Tekstur Intersertal
  • Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa dasar gelas interstitial.




Gambar V.8 Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit


c) Tekstur Porfiritik
  • Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
  • Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
  • Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk tekstur glomeroporphyritic.


    Gambar V.9 Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)

d) Tekstur Ofitik

Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar V.10). Jika plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka membentuk tekstur subofitic(Gambar V.11). Dalam suatu batuan yang sama kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.

Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke subofitic dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas membentuk tekstur intersertal.

Gambar V.10 Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral olivin dan piroksen klino



Gambar V.11 Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik


V.5. Komposisi Mineral pada Batuan Beku

Komposisi mineral pada batuan beku ditentukan dari komposisi kimiawinya. Didasarkan atas komposisi mineral mafik dan felsik yang terkandung di dalamnya, batuan beku dapat dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu asam, intermediet dan basa. Batuan beku asam tersusun atas mineral felsik lebih dari 2/3 bagian; batuan beku intermediet tersusun atas mineral mafik dan felsik secara berimbang yaitu felsik dan mafik 1/3 hingga 2/3 secara proporsional; dan batuan beku basa tersusun atas mineral mafik lebih dari 2/3 bagian (Tabel V.4).

Tabel V.4. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-mineral mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan biotit) dan mineral-mineral felsik: K-Feldspar, kuarsa

Afinitas batuan
Mafik
Felsik
Nama batuan
Intrusif
Ekstrusif
Vulkanik
Asam
<1/3
>2/3
Gabro, diabas
Basalt
Basalt
Intermediet
1/3-2/3
1/3-2/3
Diorit
Andesit, trakit
Andesit, trakit
Basa
>2/3
<1/3
Granit, syenit
Riolit, trakit
Riolit, trakit


Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu toleeit, kalk-alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit biasanya banyak mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin biasanya mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit), sedangkan batuan seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K (seperti mineral piroksen klino). Tabel V.6 menunjukkan sifat-sifat mineral penyusun dalam seri batuan toleeit, kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona punggungan tengah samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik pada busur magmatik; dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting.

Tabel V.6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral penunjuknya
NORMS
SERI MAGMATIK
Tipe Toleeitik Tipe Kalk-alkalin Tipe Alkalin


Ortopiroksen Ortopiroksen Tanpa Ortopiroksen
Piroksen rendah Ca Sebagai fenokris dan massa dasar Sebagai fenokris Jarang
Magnetit Terbentuk di akhir Terbentuk di awal Bervariasi
Oksida Fe-Ti Biasanya ilmenit Magnetit dan ilmenit Bervariasi
Amfibol Hanya berasal dari diferensiasi silika Melimpah, kecuali dari magma primitif Dijumpai di semua jenis
Sifat kimia Mg > Ca (Mg untuk Ol, OPX dan CPX) Ca > Mg (Ca pada augit, amfibol, titanit) Ca+Na > Mg (Ca+Na pd CPX, amfibol, aegirin, dll)
MOR Ya Tidak Tidak
Busur kepulauan/ busur magmatik Ya Tidak Tidak
Gunung api di belakang busur magmatik Ya Ya Ya

Tabel V.7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya
SiO2 (%) Tipe magma Nama batuan seri gunung api Tatanan tektoniknya
< 50 Basa / mafik Basal Mid oceanic ridge basalt
50-65 Intermediet / menengah Andesit Busur kepulauan dan busur magmatik dangkal
65-70 Asam / felsik rendah Si Dasit Busur magmatik: lempeng benua dengan dapur magma tengah (B)
>70 Asam / felsik kaya Si Riolit Busur magmatik: segregasi pada lempeng benua dengan dapur magma dalam (A)


PETA TOPOGRAFI


1. Peta Topografi
Berasal dari bahasa yunani, topos yang berarti tempat dan graphi yang berarti menggambar. Petatopografimemetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Petatopografi mengacu pada semua ciri-ciri permukaan bumi yang dapat diidentifikasi, apakah alamiah atau buatan, yang dapat ditentukan pada posisi tertentu.
Oleh sebab itu, dua unsur utama topografiadalah ukuran relief (berdasarkan variasi elevasi axis) dan ukuran planimetrik (ukuran permukaan bidang datar). Petatopografimenyediakan data yang diperlukan tentang sudut kemiringan, elevasi, daerah aliran sungai, vegetasi secara umum dan pola urbanisasi. Petatopografi juga menggambarkan sebanyak mungkin ciri-ciri permukaan suatu kawasan tertentu dalam batas-batas skala.

Gambar1. Contoh Peta TopografiWilayah Lumadjang, Indonesia
Peta topografidapat juga diartikan sebagai petayang menggambarkan kenampakan alam (asli) dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang benar. Selain itu petatopografidapat
diartikan petayang menyajikan informasi spasial dari unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas administrasi, vegetasi dan unsur-unsur buatan manusia.

2. Fungsi Peta Topografi dalam Pemetaan Geologi
Peta topografi adalah peta yang menggambarkan tinggi rendahnya muka bumi. Dari peta topografi kita dapat mengetahui ketinggian suatu tempat secara akurat. Cara menginterpretasikan peta topografi berbeda dengan peta umum karena symbol-simbol yang digunakan berbeda. Sebelum menginterpretasikan peta topografi, lakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Siapkan peta topografi yang akan diinterpretasikan, misalnya peta Pulau Jawa.
b. Perhatikan legenda untuk memahami makna simbol-simbol yang terdapat pada peta.
c. Perhatikan persebaran data pada wilayah tersebut.
d. Perhatikan tahun pembuatan peta untuk mengetahui apakah peta tersebut masih relevan atau tidak.
Pada peta topografi terdapat garis-garis kontur yang menunjukkan relief muka bumi. Peta topografi menunjukkan bentuk-bentuk muka bumi. Bentuk-bentuk muka bumi tersebut adalah sebagai berikut.
  • Lereng

Gambar 2. Kenampakan Lereng pada Peta Topografi
  • Cekungan (Depresi)
Cekungan (Depresi) pada peta topografi digambarkan seperti di bawah ini!

Gambar 3. Cekungan atau Depresi
  • Bukit
Bukit pada peta topografi digambarkan seperti di bawah ini.

Gambar 4. Bukit pada Peta Topografi

  • Pegunungan
Pegunungan pada peta topografi digambarkan seperti di bawah ini!

Gambar 5. Kenampakan Pegunungan pada Peta Topografi

  • Penampang Melintang Bentuk Muka Bumi

Gambar 6. Penampang Melintang Bentuk Muka Bumi

Penampang melintang adalah penampang permukaan bumi yang dipotong secara tegak lurus. Dengan penampang melintang maka dapat diketahui/dilihat secara jelas bentuk dan ketinggian suatu tempat yang ada di muka bumi. Untuk membuat sebuah penampang melintang maka harus tersedia peta topografi sebab hanya peta topografi yang dapat dibuat penampang melintangnya.

Gambar 7. Bagian-Bagian Penampang Melintang Bentuk Muka Bumi


GEJALA GEOLOGI DARI INTERPRETASI PETA TOPOGRAFI

1. Gejala Geologi yang Didapat dari Interpretasi Peta Topografi
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum pola struktur yang berkembang di daerah penelitian berdasarkan analisis morfologinya. Ada beberapa cara untuk mendapatkan gambaran struktur suatu daerah, yaitu dengan mengamati adanya liniament yang mungin disebabkan oleh proses pensesaran. Cara ini dilakukan melalui penafsiran peta topografi, foto udara dan citra indraja. Penjelasan rinci dari point ini adalah sebagai berikut :
1.1 Interpretasi Struktur Melalui Topografi
Cara untuk menginterpretasi struktur geologi melalui topografi adalah sebagai berikut :
a. Menafsirkan jalur struktur berdasarkan ada/tidaknya lineament (dapat berupa garis lurus atau lengkung) dan menggambarkannya secara tegas atau terputus-putus. Pola lineament tersebut selanjutnya ditampilkan dalam bentuk diagram roset dan yang terpenting dibuat peta linieamentnya.
b. Mengamati kerapatan kontur. Apabila dijumpai adanya perbedaan kerapatan kontur yang mencolok maka dapat ditafsirkan pada batas-batas perbedaannya merupakan akibat pensesaran dan umumnya fenomena ini diakibatkan oleh sesar normal. Perlu pula diperhatikan fenomena tersebut dapat saja terjadi akibat perubahan sifat fisik batuan.
c. Mengamati bentuk morfologi, misalnya :
  • Apabila bentuk punggungan bukit memanjang barat-timur, dan apabila daerah tersebut disusun oleh batuan sedimen klastika (dari literatur), maka dapat ditafsirkan bahwa jurus perlapisan batuannya adalah barat-timur sesuai dengan arah punggungannya.
  • Apabila ada suatu bentuk morfologi perbukitan dimana pada salah satu lereng bukitnya landai (kerapatan kontur jarang) dan dibagian sisi lereng lainnya terjal, maka ditafsirkan kemiringan (arah “dip”) lapisan tersebut ke arah bermorfologi lereng yang landai, morfologi yang demikian dikenal sebagai Hog back.
  • Apabila ada suatu punggungan perbukitan dengan arah dan jalur yang sama, namun pada bagian tertentu terpisahkan oleh suatu lembah (biasanya juga berkembang aliran sungai) atau posisi jalur punggungannya nampak bergeser, maka dapat ditafsirkan di daerah tersebut telah mengalami pensesaran dan fenomena tersebut umumnya terjadi akibat sesar mendatar, sesar normal atau kombinasi keduannya.
  • Apabila suatu daerah bermorfologi perbukitan, dimana punggungan bukitnya saling sejajar dan dipisahkan oleh lembah sungai, maka kemungkinan daerah tersebut merupakan perbukitan struktural lipatan-anjakan.
  • Apabila suatu daerah bermorfologi pedataran, maka batuan penyusunnya dapat berupa aluvium atau sedimen lainnya yang mempunyai kemiringan bidang lapisan relatif horizontal. Kondisi ini umumnya menunjukan bahwa umur batuan masih muda dan relatif belum mengalami derformasi akibat tektonik (lipatan dan sesar belum berkembang).
d. Mengamati pola pengaliran sungainya. Dengan cara ini dapat membantu dalam menafsirkan batuan penyusun serta struktur geologinya, misalnya :
  • Pola pengaliran trelis dan paralel, mencerminkan bahwa batuan di daerah tersebut sudah mengalami pelipatan.
  • Pola pengaliran sejajar ditafsirkan bahwa daerah tersebut telah mengalami proses pensesaran.
  • Pola pengaliran rektangular mencerminkan bahwa daerah tersebut banyak berkembang kekar.
  • Pola pengaliran dendritik mencerminkan batuan penyusun yang relatif seragam. Dsb.

PERALATAN DASAR GEOLOGI LAPANGAN


1. Kompas Geologi

Gambar 1. Kompas tipe Brunton
Kompas, klinometer, dan “hand level” merupakan alat-alat yang dipakai dalam berbagai kegiatan survei, dan dapat digunakan untuk mengukur kedudukan unsur-unsur struktur geologi. Kompas geologi merupakan kombinasi dari ketiga fungsi alat tersebut. Jenis kompas yang akan dibahas disini adalah tipe Brunton dari berbagai merek.
Bagian-bagian utama kompas geologi tipe Brunton diperlihatkan dalam (gmbr. Kompas tipe Brunton). Yang terpenting diantaranya adalah :
    1. Jarum Magnet
Ujung jarum bagian utara selalu mengarah ke kutub utara magnet bumi (bukan kutub utara geografi). Oleh karena itu terjadi penyimpangan dari posisi utara geografi yang kita kenal sebagai deklinasi. Besarnya deklinasi berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Agar kompas dapat
menunjuk posisi geografi yang benar maka “graduated circle” harus diputar. Penting sekali untuk memperhatikan dan kemudian mengingat tanda yang digunakan untuk mengenal ujung utara jarum kompas itu. Biasanya diberi warna (merah, biru atau putih).
    1. Lingkaran Pembagian Derajat (graduated circle)
Dikenal 2 macam jenis pembagian derajat pada kompas geologi, yaitu kompas Azimuth dengan pembagian derajat dimulai 0pada arah utara (N) sampai 360, tertulis berlawanan dengan arah perputaran jarum jam dan kompas kwadran dengan pembagian derajat dimulai 0pada arah utara (N) dengan selatan (S), sampai 90pada arah timur (E) dan barat (W).
    1. Klinometer
Yaitu bagian kompas untuk mengukur besarnya kecondongan atau kemiringan suatu bidang atau lereng. Letaknya di bagian dasar kompas dan dilengkapi dengan gelembung pengatur horizontal dan pembagian skala. Pembagian skala tersebut dinyatakan dalam derajat dan persen.

2. Peta Dasar

Gambar 2. Peta Dasar
Peta dasar atau potret udara gunanya untuk mengetahui gambaran secara garis besar daerah yang akan kita selidiki, sehingga memudahkan penelitian lapangan baik morfologi, litologi, struktur dll. Selain itu peta dasar digunakan untuk menentukan lokasi dan pengeplotan data, umumnya yang digunakan adalah peta topgrafi/kontur.

3. Palu Batuan Beku (Pick Point)

Gambar 3. Pick Point
Palu batuan beku yaitu alat yang umum digunakan oleh para peneliti untuk mengambil sampel batuan, Palu batuan beku berbentuk runcing ini umumnya dipakai di daerah batuan keras (batuan beku dan metamorf)

4. Palu Batuan Sedimen (Chisel Point)

Gambar 4. Chisel Point
Jenis palu geologi yang digunakan salah satunya adalah palu batuan sedimen (chisel point). Bentuknya berujung datar seperti pahat, umumnya dipakai untuk batuan yang berlapis (batuan sedimen)dan mengambil fosil.

5. Lup

Gambar 5. Lup
Lup atau kaca pembesar adalah sebuah lensa cembung yang mempunyai titik fokus yang dekat dengan lensanya. Benda yang akan diperbesar terletak di dalam titik fokus lup itu atau jarak benda ke lensa lup tersebut lebih kecil dibandingkan jarak titik fokus lup ke lensa lup tersebut. Di geologi, lup digunakan untuk mengamati batuan misalnya mineral maupun fosil., lensa pembesar yang umum dipakai adalah perbesaran 8 sampai 20

6. Alat Ukur

Gambar 6. Meteran
Alat ukur yang digunakan dalam kegiatan lapangan biasanya menggunakan meteran 50 meter. Berbentuk seperti roll kabel agar praktis dibawa. Biasanya digunakan untuk mengukur jarak litasan dalam suatu daerah ataupun mengukur ketebalan lapisan.

7. Larutan HCl

Gambar 7. Larutan HCl
Komparator dipakai untuk membantu dalam deskripsi batuan, misalnya komparator butir, pemilahan (sorting) atau prosentase komposisi mineral, maupun tabel-tabel determinasi batuan baik batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf, dan lain sebagainya. Larutan HCL digunakan untuk menguji kadar karbonat, umumnya 0,1 N.

8. Kantong Sampel

Gambar 8. Kantong Sampel
Kantong contoh batuan (kantong sampel) dapat digunakan kantong plastik yang kuat atau kantong jenis lain yang dapat dipakai untuk membungkus contoh-contoh batuan dengan ukuran yang baik yaitu kurang lebih (13x9x3) cm. Sedangkan kertas label digunakan untuk memberi kode pada tiap contoh batuan sehingga mudah untuk dibedakan. Dapat juga menggunakan "permanent spidol" untuk meberi kode langsung pada kantong.